Mesjid Raya Sabilal Muhtadin |
SABILAL
MUHTADIN, nama pilihan untuk Mesjid Raya Banjarmasin ini, adalah
sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap Ulama Besar alm. Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710 1812 M) yang selama hidupnya
memperdalam dan mengsmbangkan agama Islam di Kerajaan Banjar atau
Kalimantan Selatan sekarang ini. Ulama Besar ini tidak saja dikenal di
seluruh Nusantara, akan tetapi dikenal dan dihormati meliwati batas
negerinya sampai ke Malaka, Philipina, Bombay, Mekkah, Madinah, Istambul
dan Mesir.
Ulama-ulama
yang muncul dikemudian hari, menduduki tempat-tempat penting di
sejumlah Kerajaan Banjar dan mendirikan syurau dan madrasah, adalah
lahir dari didikan syuraunya di Pagar Dalam yang didirikannya setelah
kembali dari menuntut ilmu di tanah Mekkah.
Di samping mendidik
di syuraunya, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan
murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang
terkenal adalah Kitab 'SABILAL MUHTADIN' yang merupakan kitab Hukum-Fiqh
dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh
Kerajaan Banjar tapi sampai keseluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada
perguruanperguruan di luar Nusantara.
Selain
dari pada mengajar, menulis dan dakwah, Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjary juga sangat memperhatikan rakyat sekitarnya. Kepada mereka
beliau memberi contoh bagaimana bercocok tanam membuat pengairan untuk
memajukan pertanian penduduk. Diriwayatkan, pada waktu Sultan
Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kerajaan-Banjar, suatu hari
ketika berkunjung ke kampung Lok Ngabang. Sultan melihat seorang anak
berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan
tampaknya cerdas dan berbakat, diceritakan pula bahwa ia telah fasih
membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka
Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di
istana Untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Kemudian
atas permintaannya sendiri, pada waktu berumur sekitar 30 tahun, Sultan
mengabulkan keinginannya Untuk belajar ke Mekkah memperdalam ilmunya,
dan lebih dari 30 tahun kemudian, setelah gurunya menyatakan sudahlah
cukup bekal ilmunya, barulah ia kembali pulang ke Banjarmasin.
Akan
tetapi Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantu dan
memberi warna pada kehidupannya telah mangkat dan digantikan kemudian
oleh Sultan Tahmidullah 11 bin Sultan Tamjidullah 1, yaitu cucu Sultan
Tahlilullah yang sejak semula telah akrab bagaikan bersahabat. Kepada
Sultan Tahlilullah ia tidak sempat menyatakan terimakasihnya ataupun
memberikan pengabdiannya dan mereka terpisah karena jarak dan umur.
Sekembalinya
dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat
pengajian (semacam pesantren) bernama Pagar Dalam, yang kemudian
lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu
agama Islam. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Ke
rajaan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta
kemajuan agama Islam dikerajaannya, meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad
agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh) yang kelak kemudian
dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.
Sebelumnya,
untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, ia telah menulis beberapa
kitab serta risalah-risalah, diantaranya ialah Kitab Ushuluddin yang
biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh, Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab
yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat, Kitab
Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata. Dari beberapa risalahnya, dan
beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh
murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat,
yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang
berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan.
Mengenai bidang Tasauf (semacam Filsafat Ketuhanan) ia juga menuliskan
pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah. Kitab Sabilal Muhtadin
yang disebut pada mula di atas selengkapnya adalah Kitab Sabilal
Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, dan untuk singkatnya disebut Kitab
Sabilal saja; dan artinya dalam terjemahan bebas adalah Jalan bagi
orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama.
Dengan
demikian maka Syekh Muhammad Arsyad AlBanjari sekaligus adalah guru,
ulama, dan teladan bagi mundnya, dan juga penduduk sekitarnya, ia telah
berbakti kepada agama dan kehidupan itu sendiri dengan setulus
jlwa-raganya. Maka pada akhirnya, sebagai akibat dari semua itu, kelak
kemudian hari, suri tauladan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, seperti
telah dirNvayatkan di atas, membekas dan terpatri pada hati seluruh
kerajaan dan penduduknya dengan kenyataan sebagaimana kita lihat sampai
hari ini ialah demikian banyaknya mesjid, langgar, syurau dan madrasah
didirikan dan dibangun oleh penduduk disetiap desa, kampung dan kota di
seluruh Kerajaan Banjar atau di Kalimantan Selatan sekarang ini.
Dan Mesjid Raya Banjarmasin ini, berdasarkan sejarah serta riwayat sebagaimana telah disebut di atas, kita pahatkan namanya. Terwujudnya Cita-Cita
Adalah
suatu pemandangan yang indah bila kita menyusuri sungai Martapura yang
terkenal itu, melihat begitu banyaknya mesjid, langgar, surau dan
madrasah sederhana dan bersih pada setiap kota dan desa di pinggir
sepanjang sungai, begitu jugalah bila kita memasuki desa lainnya ke
pedalaman. Dan ini tentulah suatu pemandangan yang khas dan indah dan
sekaligus adalah cerminan kehidupan beragama dari warga penduduknya.
Adakah gerangan sesuatu yang kurang ?
Selatan
yang sebagian besar rakyatnya adalah penganut agama Islam yang taat
sejak lama bercita-cita mempunyai sebuah Mesjid Raya yang dapat
dibanggakan dan digunakan pada saat ini dan masa mendatang. Aspirasi
rakyat Kalimantan Selatan yang demikian mulia kiranya mendapat tempat
dan tanggapan pada hati para pemuka, alim ulama dan tokoh-tokohnya,
mengetahui dan memakluminya bahwa sebuah Mesjid yang sedapat mungkin
memenuhi syarat sangatlah diperlukan kehadirannya.
Atas
hal ini, maka berkumpullah tokoh tokoh masyarakat dan para ulama,
berbincang dan mengkaji segala sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, dan untuk ini tercatatlah nama Bapak H. Hassan Basry
(ex. Pangdam), Bapak H. Maksid (ex. Gubernur KDH), Bapak M. Yusi (ex.
Pangdam) dan sejumlah tokoh lainnya serta ulama-ulama, dengan kata
sepakat membulatkan tekad untuk membangun sebuah Mesjid Raya yang
berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Islam dalam arti kata yang luas, di Ibu
Kota Propinsi Banjarmasin.
Menurut
rencana semula, bangunan mesjid akan ditempatkan di bekas Hotel Banjar,
akan tetapi atas saran Bapak Amirmachmud, pada waktu itu sebagai Pangdam
X/Lam, dan Bapak H. Aberani Sulaiman, pada waktu itu sebagai Gubernur
KDH, lokasi bangunan dipindahkan ke areal asrama-tentara Pulau Tatas
dengan beberapa pertimbangan seperti berikut.
1. Lokasi rencana semula kurang luas (terlalu sempit).2. Lokasi Pulau Tatas terletak di pusat-kota dan cukup luas (10,35 HA).
3. Pulau Tatas sebagai asrama-tentara sudah tidak sesuai lagi terletak di pusat-kota.
4. Dengan berdirinya bangunan mesjid di pusat-kota diharapkan akan menambah keindahan serta keserasian kota
Di
samping alasan strategis seperti disebut di atas, juga pemilihan tempat
itu adalah tepat bila ditinjau dari sudut sejarah, dengan pengertian
sebagai makna simbolis perjuangan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme
Belanda dan Inggeris Ik. 350 tahun yang lalu.
Beberapa
penulis sejarah kota Banjarmasin, disebutkan bahwa penyerangan pertama
Belanda diperkirakan pada thn. 1545 dan pada penyerangan kedua thn.
1606M barulah Belanda berhasil menduduki kota itu,dan mendirikan benteng
pertahanan 'Fort Tatas' yang diambil dari nama kota itu sendiri yaitu
Pulau Tatas. Perlu diketahui bahwa kota Banjarmasin sekarang ini
sebelumnya lebih dikenal dengan nama Pulau Tatas. Arti tatas dapat
dimengerti berasal dari kata-daerah watas, yang artinya adalah batas.
Penamaan Tatas sebagai nama kota, tentulah diambil dari keadaan tempat
itu sendiri yang dikelilingi oleh sungai Martapura, serta anak-anak
sungainya, sehingga tampak merupakan batas-batas untuk tempat itu
sendiri.
Pulau Tatas (sekarang ini
Banjarmasin) pada waktu itu merupakan pusat lalu lintas perdagangan,
pemerintahan, perekonomian, serta pusat industri pembuatan kapal, jadi
tidaklah mengheran kan bila Belanda berusaha menguasai kota itu dan
demikian pula Inggeris silih berganti menguasainya. Demikian secara
singkat mengenai sejarah kota Banjarmasin, yang pada saatnya kemudian
hari 'Fort van Tatas' berganti menjadi sebuah mesjid yang indah dan
dibanggakan.
Langkah Pelaksanaan Pembangunan
Setelah
pemilihan tempat pembangunan Mesjid Raya ditetapkan di Pulau Tatas,
maka atas prakarsa Bapak Amirmachmud, sebagai Ketua Badan Koordinasi
Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan, diundanglah team akhli dari
Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membuat perencanaan pembangunan
Mesjid Raya tersebut. Dan selanjutnya berdasarkan perencanaan dari Team
ITB tersebut kemudian dilakukan Peletakan Batu Pertama pada 1964 oleh
Bapak H Aberani Sulaiman (pada waktu itu sebagai Gubernur) dan Bapak
Amirmachmud, disaksikan oleh Pejabat-pejabat Sipil, ABRI, Alim Ulama,
dan Tokoh-tokoh Masyarakat Banjarmasin, sebagai titik awal pem bangunan
Mesjid Raya yang dicita-citakan itu
Seperti
kata peribahasa, manusia boleh berencana, tetapi Tuhan jugalah yang
menentukan, dan untuk hal yang sama terjadi jugalah beberapa hambatan
sehingga menyebabkan rencana pembangunan menjadi terlambat. Beberapa hal
yang menyebabkan keterlambatan itu misalnya adalah peristiwa G305/PKI,
dimana waktu terbuang sia sia selama hampir lima tahun. Kemudian
Pejabat-pejabat penting Daerah yang beralih tugas, yang mana seluruhnya
adalah tokoh-tokoh penggerak utama rencana pembangunan mesjid itu.
Dengan keadaan yang demikian itu, maka untuk sementara kegiatan
pembangunan Mesjid Raya terhenti sama sekali, namun Rakyat Banjarmasin
tetap yakin bahwa pada suatu waktu tentulah Mesjid Raya itu akan
dilanjutkan pembangunannya dan ternyata memang benarlah.
Pada
Repelita I, pada masa jabatan Bapak Gubernur Subardjo, rencana
pembangunan Mesjid Raya tersebut kembali ditinjau dan diolah ( 1974)
yang pada akhirnya direncanakan bahwa pembangunan akan selesai dalam
waktu lebih-kurang 10 tahun, hal mana kepercayaan diberikan kepada P.T.
Griya Cipta Sarana, sebagei Perercana dan Barata l\/letalworks &
Enigeering P.T. (Pesero) sebagai Pelaksana, sedang mengenai unsur
elemen-hias (aesthetic element) terutama mengenai Kaligrafi serta
hiasan-hiasan khas pada sebuah mesjid dipercayakan kepada PT. Decenta
Bandung.
Sebagai tindak lanjut
pembangunan Mesjid Raya tersebut, maka antara DPRD dan Gubernur Kepala
Daerah 1), diputuskan bahwa pembangunan Mesjid Raya dicantumkan dalam
APBD Propinsi Kalimantan Selatan dan didukung sepenuhnya oleh Kodam X
Lambung Mangkurat. Antara Gubernur Kepala Daerah, yaitu Bapak Subardjo
dengan Pangdam X/Lambung Mangkurat, Bapak Iksan Sugiarto diadakan
persetujuan tukar menukar Komplek Asrama Tatas (komplek tentara) dan
kemudian diteruskan oleh Bapak Supardjo. Persetu juan tukar menukar itu
kemudian direstui oleh Menhankam 2), serta Presiden Rl 3). Setelah
sesuatunya rampung, maka pada tgl. 10 Nopember 1974, seusai mem
peringati Hari Pahlawan, Gubernur Kepala Daerah Bapak Subardjo dengan
resmi melakukan pemancangan tiang pertama, dengan disertai doa semoga
Mesjid Raya yang dicita citakan sefama ini kiranya dapat diselesaikan
dengan baik.
Demikianlah tahap demi
tahap pelaksanaan bangunan berja an terus, batu demi batu tersusun rapi,
tiang demi tiang tegak berdiri, maka lebih kurang lma tahun kemudian
tampaklah bangunan-utama Mesjid Raya yang diidamkan itu terwujud dengan
baik.
Untuk pertama kali, pada
tanggal 31 Oktober 1979, tepat pada Hari Raya Idul Adha 1399H, Mesjid
Raya tersebut dipergunakan oleh Ummat Islam, meskipun masih banyak yang
perlu dibenahi dan disempurnakan, misalnya menara, halaman sekeliling
mesjid, sarana jalan dan lain-lainnya.
Untuk
penyempurnaan yang masih diperlukan pada Mesjid Raya tersebut
masyarakat ummat Islam serta penganut agama lainnya sangat membantu dan
mendurong agar Mesjid dapat leb'n cepat dirampungkan Hal ini tampak
dengan mengalirnya sumbangan sumbangan dari masyarakat ummat Islam
maupun dari ummat penganut agama lainnya. Dan untuk ini dibentuk lah
suatu Panitia Pengumpul Dana Mesjid Raya 1 ) dengan ketua Bapak K.H.
Hasan Moegni Marwan dan Sekretarisnya H.M. Rafiie Hamdie dengan bantuan
sejumlah tokoh-tokoh masyarakat Banjarmasin sendiri.
Bantuan
yang sangat berharga yang kiranya perlu dicatat datang dari Bapak
Presiden Rl Soeharto berupa sebuah kubah berwarna emas seharga Rp.
61.600.000,— dan dan Bapak : Menteri Dalam Negeri Amirmachmud sebesar
Rp. 90.000.000,— yang digunakan untuk membangun menara besar Mesjid Raya
tersebut.
Demikianlah selintas
riwayat pembangunan Mesjid Raya Banjarmasin yang sejak lama
dicita-citakan itu, kini menjadi kenyataan sebagaimana tampak dihadapan
kita sekarang ini.
wesss
BalasHapus